Wednesday, October 31, 2012

Pengukuran Efisiensi Tungku dan Nilai Kalor Bahan Bakar


BAB I
PENDAHULUAN


1.1     Latar belakang
Konsumsi biomasa sebagai bahan bakar dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan angka yang kian meningkat. Diperkirakan lebih dari separoh penduduk dunia masih memasak dengan menggunakan bahan bakar biomasa. Dari data yang dikumpulkan oleh FAO dapat terlihat bahwa untuk negara Indonesia penggunaan bahan bakar biomasa ini mencapai 60 % -70 % dari total jumlah penduduknya. Hal ini diperkuat oleh dari data survey yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Listrik dan Energi Baru dan IPB tahun 1981 di pulau Jawa saja, konsumsi biomasa mencapai 0,82 M3/kap/th dan naik konsumsi tersebut menjadi 0,85 m3/kap/th pada tahun 1986. 
Pada umumnya pengguna utama tungku adalah masyarakat perdesaan, hal ini disebabkan bahan bakar berupa kayu sangat mudah didapat dan kalaupun membeli harganya masih murah. Akan tetapi efisiensi tungku kayu bakar tradisional yang banyak digunakan oleh rumah tangga perdesaan tersebut masih sangat rendah yaitu berkisar 5 -10 % saja. Efisiensi yang rendah ini berdampak pada tingkat konsumsi bahan bakar kayu yang tinggi, dan hal ini akan berdampak pada laju pengrusakan hutan yang tinggi. Hutan yang rusak tentu saja mengakibatkan tingkat erosi tinggi, pendangkalan sungai yang cepat serta dampak-dampak lainnya. Dampak lain dari tingkat efisiensi yang rendah ini adalah hasil sisa pembakaran yang banyak yaitu asap. Sisa hasil pembakaran berupa asap tersebut mengandung zat-zat berbahaya seprti partikel debu, Carbon Monoksida (CO), Hidrokarbaon (HC), Nitrogen Oksida (NOx), Ozone (O3) dan Lead/Plumbum (Pb). Bahan-bahan berbahaya tersebut akan menurunkan tingkat ketahanan seseorang terhadap penyakit. Beberapa penyakit yang dapat ditimbulkan oleh polusi udara akibat pembakaran kurang sempurna ini adalah; Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), radang paru-paru, TBC, Katarak mata, sering gelisah, penyakit persendian/otot, kanker kandungan dan tingginya tingkat kematian balita. 
Melihat permasalahan dan dampak yang timbulkan oleh tungku yang tidak efisien tersebut perlu adanya perbaikan dalam teknologi tungku yang tepat guna yaitu tungku yang mempunyai efisiensi tinggi dan sehat tetapi juga tetap mempertimbangkan kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat pengguna tungku tersebut. Dan modal awal yang dibutuhkan unutk melakukan perbaikan tersebut adalah mengetahui metode pengukuran efisiensi tungku tersebut serta membandingkannya dengan berbagai bahan bakar biomassa yang dignakan, hasil pengukuran dapat dijadikan data untuk melakukan perbaikan efisiensi tungku tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Briket Batubara
Briket Batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari Batubara dengan sedikit campuran seperti tanah liat dan tapioka. Briket Batubara mampu menggantikan sebagian dari kegunaan Minyak Tanah sepeti untuk : Pengolahan Makanan, Pengeringan, Pembakaran dan Pemanasan. Bahan baku utama Briket Batubara adalah Batubara yang sumbernya berlimpah di Indonesia dan mempunyai cadangan untuk selama lebih kurang 150 tahun. Teknologi pembuatan Briket tidaklah terlalu rumit dan dapat dikembangkan oleh masyarakat maupun pihak swasta dalam waktu singkat.
Jenis Briket Batubara
·         Jenis Berkarbonisasi (super), jenis ini mengalami terlebih dahulu proses dikarbonisasi sebelum menjadi Briket. Dengan proses karbonisasi zat-zat terbang yang terkandung dalam Briket Batubara tersebut diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau an berasap, namun biaya produksi menjadi meningkat karena pada Batubara tersebut terjadi rendemen sebesar 50%. Briket ini cocok untuk digunakan untuk keperluan rumah tangga serta lebih aman dalam penggunaannya.
·         Jenis Non Karbonisasi (biasa), jenis yang ini tidak mengalamai dikarbonisasi sebelum diproses menjadi Briket dan harganyapun lebih murah. Karena zat terbangnya masih terkandung dalam Briket Batubara maka pada penggunaannya lebih baik menggunakan tungku (bukan kompor) sehingga akan menghasilkan pembakaran yang sempurna dimana seluruh zat terbang yang muncul dari Briket akan habis terbakar oleh lidah api dipermukaan tungku. Briket ini umumnya digunakan untuk industri kecil.
Keunggulan Briket Batubara
  • Lebih murah
  • Panas yang tinggi dan kontinyu sehingga sangat baik untk pembakaran yang lama
  • Tidak beresiko meledak/terbakar
  • Tidak mengeluarkan sauara bising serta tidak berjelaga
  • Sumber Batubara berlimpah
Namun demikian Briket memiliki keterbatasan yaitu waktu penyalaan awal memakan waktu 5 – 10 menit dan diperlukan sedikit penyiraman minyak tanah sebagai penyalaan awal, Briket Batubara hanya efisien jika digunakan untuk jangka waktu datas 2 jam. (sumber ; pt. ba, bppt).
Jenis dan Ukuran Briket Batubara
  • Bentuk telur : sebesar telu ayam
  • Bentuk kubus : 12,5 x 12,5 x 5 cm
  • Bentuk selinder : 7 cm (tinggi) x 12 cm garis tengah

Briket bentuk telur cocok untuk keperluan rumah tangga atau rumah makan, sedangkan bentuk kubus dan selinder digunakan untuk kalangan industri kecil/menengah.

2.2 Kompor/Tungku Briket  Batubara
Penggunaan Briket Batubara harus dibarengi serta disiapkan Kompor atau Tungku, jenis dan ukuran Kompor harus disesuaikan dengan kebutuhan. Pada prinsipnya Kompor/Tungku terdidri atas 2 jenis :
Ø  Tungku/Kompor portabel, jenis ini pada umumnya memuat briket antara 1 s/d 8 kg serta dapat dipindah-pindahkan. Jenis ini digunakan untuk keperluan rumah tangga atau rumah makan.
Ø  Tungku/Kompor Permanen, memuat lebih dari 8 kg briket dibuat secara permanen. Jenis ini dipergunakan untuk industri kecil/menengah.
Persyaratan Kompor/tungku harus memiliki ada ruang bakar untuk briket, adanya aliran udara (oksigen) dari lubang bawah menuju lubang atas dengan melewati ruang bakar briket yang terdiri dari aliran udara primer dan sekunder, ada ruang untuk menampung abu briket yang terletak di bawah ruang bakar briket.

BAB III
METODELOGI


3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
a.       Alat :
-          Timbangan
-          Thermometer batang
-          Thermometer termokopel
-          Stop watch
b.      Bahan
-          Briket arang 1 kg
-          Kayu bakar 1 kg (dimensi disesuaikan dengan tungku)
-          Arang kayu 1 kg

3.2 Prosedur
adapun prosedur yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1.      Menyiapkan tungku dan 1 kg bahan bakar
2.      Mengatur dimensi bahan bakar yang disesuaikan dengan tungku
3.      Menyiapkan air 1 kg dalam wadah panic
4.      Menyalakan bahan bakar hingga stabil
5.      Meletakan panci diatas tungku dan pengukus dimulai
6.      Mengukur meliputi pengukuran suhu (tempat pengukuran suhu lihat pada gambar).
7.      Mencatat besarnya suhu setiap  menit hingga air mendidih.





BAB IV
HASIL


Tabel suhu yang diukur setelah tungku nyala setiap 5 menit
Suhu
air
(ºC)
Suhu
Dinding (ºC)
tungku
Suhu
Dinding (ºC)
panci
1
2
3
1
2
3
1
2
3
59
62
60
21,6
37,6
41,1
45,2
33,8
34
74
76
76
25,1
34,5
65,5
62,8
46,2
48,8
86
86
87
28,7
36,7
49,1
67,2
35,4
40,7
98
93
96
34
32,8
33,5
78
9,4
103


Suhu tutup panci (ºC)
Suhu bawah tungku (ºC)


38,8
54
38,5
62
37,9
70
38,6
82

·         Massa air awal = 1 kg = 670 ml
·         Massa tungku kosong = 4,9 kh
·         Massa tungku + briket = 6,1 kg
·         Massa air + panci setelah pemanasan = 0,9 kg
·         Dialmeter dalam tungku = 12 cm ~ 0,12 m
·         Diameter luar tungku  = 24,5 cm ~ 0,245 m
·         Tinggi tungku  = 30 cm ~ 0,3 m
·         d panci = 18 cm  = 0,18 m  ;   t panci = 11,29 cm = 0,113 m
·         suhu air awal = 35,3 ºC , suhu tungku awal = 3,1 ºC

BAB V
PEMBAHASAN



Pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap efisiensi tungku dan nilai kalor bahan bakar serta kehilangan kalor dengan cara melakukan percobaan pada pemanasan air menggunakan bahan bakar briket. Parameter yang diamati dalam praktikum ini adalah suhu dari tungku dan bahan bakar serta lingkungan sekitar pembakaran seperti pada bagian bawah tungku dan pada panci air sehingga dapat dihitung efisiensi dan kalor yang hilang dari proses pemanansan air tersebut. Suhu yang diukur meliputi bagian dinding tungku, dinding panic, suhu air, dan suhu bawah tungku dengan interval waktu 5 menit hingga air mendidih.
Pada kondisi awal percobaan digunakan massa tungku dan briket seberat 6,1 kg dan masa air dan panic sekitar 1 kg yang setara dengan 670 ml. Adapun suhu air awal sebelum proses pemanansan adalah 35,3 o C. Langkah pertama percobaan ini adalah menyalakan briket batu bara hingga panas yang dihasilkannya konstan yang ditandai dengan berkurangnya asap yang keluar dari tungku, kemudian setelah itu baru dilakukan pemanasan pada air yang beratnya 1 kg.
Hasil pengukuran suhu yang ditunjukan pada tabel di atas menunjukan pengukuran berakhir pada interval ke empat. Pertama akan diamati perubahan suhu yang terjadi pada air yang ada dalam panci. Interval 5 menit pertama, suhu air yang awalnya 35,3 o C berubah menjadi 59 o C, 62 o C, dan 60 o C dari tiga kali pengukuran sehingga apabila dirata-ratakan didapatkan suhu air pada interval pertama adalah sebesar 60,33 o C. Selanjutnya pada interval kedua, suhu air meningkat, dari tiga kali pengukuran didapatkan suhu sebesar 74 o C, 76 o C, dan 76 o C, sehingga jika dirata-ratakan didapatkan suhu air pada interval kedua sebesar 73,33 o C, naik sekitar 13 o C dari suhu air pada interval pertama. Pada interval ketiga , yaitu menit ke-15 suhu air pada panci terus meningkat daripada interval sebelumnya, hasil pengukuran dengan infra merah didapatkan dari tiga titik yang berbeda –beda masing-masing sebesar 86 o C, 86 o C, dan 87 o C, dan jika dirata-ratakan didapatkan suhu air pada panci sebesar 86,33 o C. Jika dibandingkan dengan interval ke-1 dan ke-2 terdapat perbedaan masing-masing sebesar 26 o C dan 13 o C. Interval terakhir sebelum air mendidih, yaitu pada menit ke-20, suhu air terus meningkat dari interval sebelumnya. Hasil pengukuran pada tiga titik yang berbeda didapatkan data suhu air masing-masing sebesar 98 o C, 93 o C, dan 96 o C. Dan jika dirata-ratakan didapatkan suhu air pada interval ke-4 dimana air mendidih ini adalah sebesar 95,67 o C. Apabila diabndingkan dengan interval sebelumnya terdapat perbedaan masing-masing sebcara berurutan sebesar 35,34 o C,  22,34 o C, dan  9,34 o C.  Hasil pengukuran tersebut menunjukan bahwa suhu air semakin meingkat dari interval pertama hingga interval keempat pada saat air mendidih, Peningkatan suhu tersebut fluktuatif dari interval 1 sampai dengan ke-3 peningkatannya terus meningkat sedangkan pada interval keempat menurun. Berdasarkan perhitungan di atas didapatkan bahwa energi yang digunakan untuk memanaskan air seberat 1 kg tersebut adalah sekitar 12,06 joule. Sedangkan kehilangan energi akibat adanya penguapan , berdasarkan hasil perhitungan didapatkan sekitar 183,456 j.
Pengamatan kedua pada dinding tungku, Sperti pada perubahan suhu air, pada tungku juga dilakukan pengukuran selama 5 menit sekali pada setiap interval waktuya. Pengukuran pada lima menit pertama, suhu dinding tungku pada tiga titik yang berbeda masing-masing sebesar 21,6 o C,  37,6 o C, dan 41,1 o C, dan apabila dirata-ratakan akan didapat suhu dinding tungku sebesar 33,43 o C. Untuk interval selanjutnya, yaitu pada menit ke-10, didapatkan suhu dinding dari tiga titik yang berbeda sebesar 25,1 o C, 34,5 o C, dan 65,5 o C. Rata-rata pada interval ke-2 ini sebagai suhu dinding tungku adalah 41,7 o C. Pada interval selanjutnya, yaitu pada menit ke-15 didapatkan suhu tungku  masing-masing sebesar 28,7 o C,  36,7 o C, dan 49,1 o C. Rata-rata suhu dinding pada interval ke-3 ini adalah 38,167 o C. Jika dibandingkan dengan interval lainnya,  pada interval ke-3 ini mengalami penurunan diabandingkan interval 2, hal ini munkin diakibatkan adanya factor lain yang tidak diukur seperti adanya angin, bahwa setiap saat tidaklah selalu sma sehingga dapat mempengaruhi suhu luar tungku. Sedangkan pada interval terakhir ini hasil pengukuran didapatkan suhu dinding tungku dari tiga titik yang berbeda-beda masing-masing sebesar 34 o C, 32,8 o C, dan 33,5 o C. Rata-rata dari ketiga data tersebut adalah sebesar 33,43 o C. Pada interval ini air mulai mendidih dan jumlah batu bara yang terbakar semakin berkurang sehigga selain karena factor lingkungan tadi, penurunan rata-rata ini diakibatkan juga karena berkurangnya sumber bahan bakar karena semakin lama waktu pembakaran maka briketnya akan habis. Suhu tungku ini menunjukan adanya nenergi yang hilang dari system kepada lingkungan, semakin besar suhu pada dinding tungku maka semakin besar pula kehilangan energi pada proses pembakaran. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa total kehilangan energi pada tungku ini sekitar 0,016 joule.
Pengamatan selanjutnya, kehilangan energi pada dinding panci, yang ditandai dengan adanya panas pada dinding panci tersebut. Pada setiap interval dari pertama hingga keempat suhu panci terus meningkat jika dirata-ratakan dari setiap interval didapatkan data suhu panci masing-masing secara berurutan adalah sebagai berikut  37 o C; 52,6 o C; 47,77 o C, dan 91,67 o C . Dilihat dari kempat rata-rata pada setiap interval tersebut terlihat bahwa terjadi kenaikan pada setiap interval namun hanya pada interval ketiga mangalami penurunan suhu dinding panci tersebut. Suhu pada panci ini juga menunjukan adanya kehilangan energi dari system ke lingkungan. Kehilangan energi tersebut berdasarkan perhitungan adalah sebesar 4,533 joule.
Dengan adanya kehilangan energi pada proses pembakaran briket dan pemanasan air maka tidak semua energi yang dihasilkan dari pembakaran batu bara dapat dimanfaatkan untuk pemanasan air, sehingga perlu adanya pengukuran kinerja tungku. Kinerja tungku tersebut dapat dilihat dari efisiensi tungku  dan efisiensi total serta panas efektif yang dapat dimanfaatkan. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan panas efektif pada tungku yang dimanfaatkan pada proses pemanasan adalah sekitar 34799 j dari total energi batu bara sekitar 34800, sehingga efisiensi tungku pembakaran ini mencapai 0,99 atau sekitar 99 %. Sedangkan panas yang dapat dimanfaatkan pada proses pemanasan air adalah sebesar 34615,53 J dari total panas efektif tungku, sehingga efisiensi pemanasan mencapai 99,47 %.  Dengan membandingkan kalor yang keluar dengan kalor yang masuk didapatkan efisiensi total pada system pembakaran dan pemanasan ini adalah sekitar 99,46 %. Jika melihat efisiensi dan panas efektif yang dapat dimanfaatka maka tungku ini dinilai sangatlah baik dan kandungan panas atau energi pada batu bara briket tersebut sangatlah tinggi.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN


6.1     Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan serta diperkuat dengan literature pada praktikum ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Tidak semua energi yang terkandung dalam briket dapat dimanfaatkan dengan baik pada proses pemanasan.
2.      Adanya panas pada dinding tungku, dinding panci dan bagian bawah tungku yang ditandai dengan suhu yang meningkat pada setiap interval menunjukan pada system adanya kehilangan energi.
3.      Besarnya energi input yang terkandung dalam briket batu bara sebesar 34800 J
4.      Energi panas yang hilang pada tungku pembakaran sebesar 0,016 J
5.      Energi panas yang hilang pada panci  pemanasan air  sebesar 4,533 J
6.      Energi panas yang hilang pada pemanasan air sebesar 12,06 J
7.      Energi panas yang hilang akibat penguapan sebesar 183,456 J
8.      Panas efektif tungku yang dapat dimanfaatkan sebesar 34799 J
9.      Panas efektif pemanasan air adalah sebesar 34615,53 J
10.  Efisiensi tungku dan  pemanasan air masing-masing sebesar 99 % dan 99,47 %.
11.  Efisiensi total system sebesar 99.46 %

6.2     Saran
Adapun saran dari praktikan pada praktikum ini adalah sebagaiAdapun saran dari praktikan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Perlu adanya pengukuran ketahanan panas efektif  pembakaran setelah panas dari briket stabil hingga tidak dapat lagi dimanfaatkan.
2.      Perlu adanya pengukuran jumlah briket yang dibuthkan dalam melakukan suatu usaha sehingga dalam pemanfaatnya tidak ada briket batu bara yang terbuang.
3.      Perlu adanya pengamatan mengenai percepatan starter pembakaran briket untuk menghemat waktu proses pembakaran.
4.      Dalam melakukan praktikum jangan terlalu banyak menambahkan bahan bakar minyak pada proses starter pembakaran karena akan mempengaruhi kestabilan pemanasan.
5.      Pemanasan air dimulai ketika panas dari briket sudah stabil yang ditandai dengan tdaik adanya atau berkurangnya asapa hasil pembakaran.

DAFTAR PUSTAKA


http://www.ristek.go.id/file/upload/lain_lain/briket/briket_batubara_1.htm (Diakses pada tanggal 5 November 2011) (Diakses pada tanggal 5 November 2011)











No comments:

Post a Comment