Aku dilahirkan bersama ketiga kakak dari seorang ibu dan yah yang sangat kami banggakan. Beliau mengajarkan arti kehidupan yang sesungguhnya, mengajarkan bagaimana berbagi dengan sesame. Sayang kebersamaan kami dengan ayah tidak lam, ketika aku berumur 4 tahun ayah sudah dipanggil oleh Sang Pencipta. Hanya ibu seorang diri yang merawat kami, kakak-kakakku juga masih belum dewasa baru saja lulus sekolah dasar kakakku yang pertama. Sehingga ibulah yang menjadi tulang punggung keluarga kami. Ibu harus berjuang mencari nafkah untuk menghidupi kami berempat, berbagai pekerjaan beliau lakoni yang terlintas dalam pikirannya pekerjaan apa-pun yang terpenting halal.
Kehidupanku tidak seberuntung teman-teman sebaya, yang mendapatkan kasih saying dan didikan dari seorang ayah. Aku tidak berani bermimpi memiliki mainan-mainan bagus apalagi sampai meminta kepada ibu hal itu tidak mungkin, aku hanya bisa mengelus dada dan bersabar ketika menginginkan sesuatu. Namun saat ku sekolah dasar tak ada perasaan minder yang ada keinginan kuat untuk mempersembahkan yang terbaik bagi kebanggaan keluarga. Saat itu, prestasiku sangat baik tiap semesternya terus meningkat dan selalu mendapatkan hadiah. Massa kecilku selain diisi dengan bermain dan belajar terkadang berjualan makan milik tetangga untuk tambah uang saku sekolah. Ketika masih sekolah dasar pernah terlintas dalam pikiran ini akan jadi apa diriku ini, entah mengapa cita-cita pertamaku adalah ingin menjadi seorang TNI. Namun ketika itu, aku murid kelas 6 dan kebetulan ada mahasiswa KKN Unpad. Sejak itu aku terinspirasi bahwa cita-citaku ingin kuliah di universitas negeri. Aku sadar itu hanya impian bahkan khyalan tingkat tinggi yang mustahil diwujudkan. Sejak itulah dalam diri ini tertanam keinginan kuliah.
Keberhasilan di sekolah dasar tidak dilanjutkan saat sekolah di tingkat smp, saat itu tidak ada prestasi yang istimewa dalam bidang akademik. Hanya saja sekolah tanpa adanya suatu yang dapat dibanggakan. Cara pandang orang tua dan kakak-kakak terhadap pendidikanpun kurang. Sehingga pernah terpikir mungkin ini tingkat teraakhir pendidikanku. Dengan berusah menyakinkan orang tua dan berjanji akan memberikan yang terbaik akhirnya aku diberi kesempatan untuk melanjutkan sekloah di SMA. Bukan hanya cara pandang yang kurang namun ketidak setujuan keluarga masuk akal mengingat kondisi keuangan kami yang kurang mencukupi. Keraguan itu dibayar dengan suatu prestasi yang sangat baik dan menjadi kebanggaan orang tua. Meskipun dengan barbagai keterbatasan aku mampu mengalahkan teman-teman sekelasku unutk menduduki posisi ranking tertinggi. Semangat belajar tumbuh ketika keinginan mendapatkan beasiswa untuk kuliah menemui harapan dengan syarat prestasi sangat baik. Sore, malam dan subuhwaktu belajarku, nyaris tidak ada waktu bermain. Semua pengorbanan itu terbayar sudah dengan prestasi di sekolah. Namun beasiswa yang didinginkan tidak berhasil, ketika ada kesempatan beasiswa 1 tahun, dimana ketika itu aku memilih ITB dan UPI namun nasib tidak berpihak.
Kegagalan itu ternyata menjadi berhah saat aku diterima di perusahaan otomotif ternama di cikarang dengan penghasilan yang sangat besar, sehingga hanya dengan setahun kehidupan keluarga kami berubah lebih baik lagi. Ketika aku telah nyaman kerja, terjadi pemutusan kontrak sesuai dengan massa kontrak. Berselang beberapa bulan teman dekatku, Sri Mulayati namanya memberikan kabar bahwa ada beasiswa dari Pemda Jabar. Meskipun sempat ragu dan tak ada dukungan keluarga aku memutuskan untuk mencoba mendaftar. Selama proses pendaftaran tak ada seorangpun yang memberikan restu kecuali pamanku yang sedikit telah mengerti pentingnya pendidikan. Aku berusaha menyakinkan orang tua terutama ibu agar memberikan izin dan mendoaakn untuk keberhasilanku. Ketidak setujuan keluarga masuk akal mengingat kuliah itu membutuhkan dana yang beasr meskipun beasiswa, tetapi keraguan itu hilang setelah aku lulus seleksi kabupaten dan dijelaskan bahwa semua biaya kuliah dan biaya hidup ditanggung Pemda. Setalh melewati berbagai tes akhirnya saya dinyatakan lulus di jurusan TMIP fakultas FTIP Unpad. Semua kegagalan tes kerja, kegagalan kuliah di ITB sirna dengan diterima kuliah di Unpad yang beasiswanya lebih besar dibandingkan beasiswa waktu SMA dulu. Semua berwal dari suatu impian yamg mungkin dapat dikatakan mustahil untuk mewujudkannya, namun satu hal yang selalu saya ingat adalah bahwa Alloh tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu merubahnya. Hal itulah yang menjadi motivasiku dan keyakinanku bahwa nasib ini ada ditangan kita sendiri dengan berusaha bersungguh-sungguh dan berdoa agar diberikan suatu kehidupan yang labih baik.